Kamis, 19 September 2013

Cita-citaku ke Jerman

Ela (atau Eli?), Aku, Julia, Eli (atau Ela?), dan Anna

Tak terlintas sama sekali aku akan ‘mengenal’ negara itu dan mempelajari bahasanya.

Dulu, cita-citaku adalah kuliah di Jepang. Aku suka negara Jepang. Suka anime, manga, lagu, game, dan sebagainya dari Jepang. Suka jenis makanannya, suka melihat perempuannya yang memakai kimono, suka bahasanya, suka huruf-hurufnya yang unik, dan selalu merasa tertarik dengan orang-orang Indonesia yang belajar bahasa Jepang.

Tapi sayang, orang tua sama sekali tidak mendukung aku kuliah di Negara Sakura tersebut. Dan Papah malah mengenalkanku dengan Negara Jerman. Awalnya aku menyepelekan negara tersebut. Terang saja, aku tidak tahu seluk beluk Jerman.

Tapi lama-lama, setelah membaca info tentang Jerman, juga pendidikan dan teknologinya, beserta kebersihan negaranya, aku berhasil jatuh cinta pada Jerman. Mulai mengikuti semacam seminar di sebuah ‘Agent’ di Jakarta yang ‘menyalurkan’ calon mahasiswa Indonesia ke Jerman.

Karena biaya terlalu mahal yaitu hampir 300 juta, aku mengundurkan diri dan sempat mematikan impianku ke Negara tersebut.

Tapi kakakku memberiku harapan, dengan mengenalkanku kepada program Au Pair dan seorang guru bernama Isnaeni.

Aku mulai belajar bahasa Jerman dengan serius, dan menaruh seluruh harapan beserta semua impianku di sana, membayangkan tinggal bersama sebuah keluarga dan mengasuh anak berkulit putih, membantu mereka, juga belajar mandiri. Lalu untuk tahun berikutnya aku akan menjadi mahasiswi di sana, jadi sarjana lulusan Jerman.

Semua itu sudah terbayang di benakku. Aku tahu tidak akan mudah. Tapi aku akan memperjuangkannya. Apalagi aku mendapat banyak dukungan. Dari kakak-kakakku juga saudara. Sampai salah satu Kyai di desaku ngendiko, “Di sini bumi Allah, di sana bumi Allah. Nggak usah takut.”
.
.
Aku sampai mengenal orang-orang Jerman dan berbicara dengan mereka karena Bu Isnaeni. Meskipun aku berkomunikasi dengan mereka menggunakan Bahasa Inggris, tapi aku senang. Melihat mereka dan mendengar mereka bicara. Memandang rambut pirang-coklat mereka, mata mereka yang berwarna hijau, abu-abu, coklat, biru. Itu semua merupakan hal baru bagiku.

Tahun ajaran baru berganti, pendaftaran masuk universitas di Indonesia juga sudah ditutup. Aku tidak ambil pusing. Guruku bilang, masih ada waktu untuk aku Au Pair dan kuliah di sana. Tidak usah khawatir.

Aku pernah mendapatkan tawaran dari salah seorang keluarga muslim di Jerman. Dia seorang dokter wanita, memiliki satu anak sementara dia sendiri single parent. Papah setuju aku bergabung dalam keluarga itu. Tapi sayangnya, aku terlalu takut karena saat kami berkenalan melalui skype, yang dia bicarakan semuanya adalah pekerjaan. Membersihkan rumah, memasak, mencuci, dsb. Seakan aku pembantu.

Akhirnya aku menolak tawaran itu dan memutuskan mencari keluarga lain. Lama aku tidak menemukan sebuah keluarga. Mungkin setiap kali aku mengajukan ‘lamaran’, mereka harus berpikir banyak karena aku muslim dan memakai jilbab.

Aku tidak menyerah, aku tetap berdoa dan berusaha, menyisihkan uang sakuku untuk membeli pulsa kuota dan browse mencari keluarga angkat. Apalagi temanku juga berkata, “Jangan khawatir, barangkali Allah sedang mencarikan keluarga angkat yang baik untukmu. Tunggu saja waktu yang tepat.” Kalimat itu tentu saja menghidupkan semangatku yang sempat jatuh.

Hingga akhirnya, guruku memberi tahu ada sebuah keluarga di Koln yang membutuhkan Au Pair. Aku menyetujuinya, tentu saja. Untuk urusan kesepakatan, akan kulakukan nanti. Yang utama, aku harus mengajukan lamaran.

Aku pun memberi kabar bahagia ini kepada orang tuaku. Tapi malam harinya, aku mendapat jawaban yang mengejutkan.

“Papah bilang, kamu harus tinggal sama keluarga muslim.” Itu kata Umi.

Aku diam. Aku tidak bisa menyalahkan kalimat itu. Aku tahu Papah bermaksud baik dengan berkata aku harus tinggal dengan keluarga muslim. Mungkin beliau khawatir. Tapi aku berusaha meyakinkan, bahwa jika aku harus tinggal dengan keluarga muslim, itu artinya aku harus menunggu lama lagi karena di sana sangat jarang ada keluarga muslim.

Sedangkan jika keluarga non muslim, kita akan melakukan kesepakatan-kesepakatan berupa minta waktu lima kali sehari untuk ibadah, soal makanan yang haram dan yang tidak, juga sebagainya.
Hingga terakhir, aku bilang, “Kalau tetep pengen aku tinggal sama keluarga muslim, daripada nunggu lama, mendingan aku kuliah langsung aja.”

Tapi apa jawaban mereka? Mereka akhirnya berkata, sebaiknya aku kuliah di Indonesia.

Perintah itu bagaikan sambaran petir yang langsung menuju hatiku. Aku stress seketika. Hilang semangat, menangis, malu, marah, kecewa, semua angan-angan indahku di Negara itu pecah.

Ya, aku menyalahkan orang tuaku meskipun aku tahu itu tidak sepenuhnya salah mereka. Mungkin mereka khawatir, aku anak perempuan dan harus tinggal di negara lain dengan keluarga yang tidak mereka kenal. Apalagi negara itu bukan negara muslim.

Yang aku sesalkan, kenapa mereka menjejalkanku dengan Jerman dan betetek bengeknya jika akhirnya seperti ini?

Saat ini, semangatku masih belum pulih. Bayang-bayang soal Jerman, kesibukannya, kemodernannya, cita-citaku di sana, musnah sudah.

Aku tidak pernah bermimpi akan jatuh seperti ini karena terlalu larut dalam euforia. Aku selalu yakin bahwa aku akan pergi ke Jerman, mencuri ilmu dari sana dan memiliki pekerjaan di Indonesia, menjadi orang sukses, lalu punya uang untuk membeli kamera bagus dan tablet, setelah itu aku pergi ke Jepang.
Semua itu sudah terlintas dalam benakku.

Memang, menjadi sukses bukan hanya dengan ke Jerman. Jerman bukan satu-satunya cara. Bahkan kuliah di kampus yang tidak terkenal bisa membuat seseorang mejadi sukses dengan kegigihannya.

Tapi ini soal semangat. Soal kecintaan. Aku cinta Jerman dan semangatku berada di sana. Bagaimana rasanya ketika kau dijauhkan dengan cita-citamu?
.
.
.
Semoga semua ini akan menjadi pelajaran yang lebih baik bagiku, menjadi awal kesuksesanku. Aamiin....

Selamat tinggal impianku ke Jerman. Impian-impian indah tentangmu akan kusimpan. Cita-cita tinggi padamu akan selalu terukir di hati :”)

Ich Liebe Deutschland und die Leute.

*NB: Pengertian Au Pair bisa dilihat di sini

Selasa, 10 September 2013

SasuSaku

(SasuSaku, picture isn't mine)



Yo! Setelah tadi sore aku nulis soal pair kesukaanku di RE yaitu Aeon, kali ini aku bakal menceritakan kesukaanku sama My One True Pairing Forever and Ever! #hiah

Yah, mungkin pair ini sudah sangat mendunia dan meinstream, yah. Mengingat gampang banget kita search di google tentang ‘SasuSaku’ dan berbagai fanart, doujin, juga fanfiksi—bahkan artikel yang membahas tentang hints dsb—bermunculan di sana.

Berbeda dengan Aeon yang aku sukanya belum sampai dua tahun—kayaknya. Pair yang berasal dari anime Naruto karya Kishimoto-sensei ini udah aku cintai selama kurang lebih sembilan tahun. Hohohooo.... Atau bahkan sepuluh tahun?

Oke, whatever lah. Berapa pun lamanya, kata temenku, yang penting kecintaan kita terhadap SasuSaku nggak berkurang. #cieh

Oya, ngomong-ngomong soal SasuSaku, pada tahu nggak nih, SasuSaku tuh singkatan dari apa? SasuSaku adalah singkatan dari kedua nama karakter kece-kece ciptaan Kishimoto-sensei. Yaitu Uchiha Sasuke dan Haruno Sakura—yang bakalan ganti jadi Uchiha Sakura. Lol

Awal aku tahu dua karakter ini, waktu aku kelas lima SD, berarti sekitar sembilan setengah tahun yang lalu. Nah, waktu itu almarhum adekku kelas dua SD. Karena kelas dua SD di desaku masuk siang, jadi dia nonton Naruto deh di Trans TV sekitar jam delapan pagi.

Kebetulan aku lagi pelajaran olahraga dan boleh pulang sebentar—jarak SD-rumah ga sampe 10 menit—aku liat deh adekku nonton tuh anime. Di sana pas bagian Naruto ngeluarin chakra Kyuubi karena Sasuke ‘mati’ oleh Haku dan Sakura nangisin Sasuke.

Dalam sekejap, aku langsung menganggap kalo Sakura dan Sasuke itu pacaran. Ya gimana enggak, Sakura cantik dan Sasuke ganteng. Trus biru sama merah muda, dan lagi Sakura nangisin Sasuke. Udah kayak pacaran beuuudh.
Dan timbullah benih-benih cintaku buat SasuSaku.
Lama-lama-lama, tiba deh saatnya aku libur panjang kenaikan kelas enam. Mulai saat itu aku rajin nonton Naruto, dan tambah suka sama SasuSaku. Sempet sebel juga sih sama Sasuke yang cuek dan nggak peka sama Sakura. Tapi justru dari situlah aku tambah suka sama mereka dan berharap mereka bersatu.
Nah, trus, entah liburan ke berapa, kakakku harus berangkat ke pesantren. Jadi aku sekeluarga nganterin dia ke Jombang, saat di perjalanan aku berdoa biar besoknya nyampe sebelum jam delapan biar nggak ketinggalan nonton Naruto.
Dan doaku terkabul! Kyaaaa!! Apalagi episode itu adalah episode di saat Sasuke menguarkan(?) segel ghaibnya dan Sakura peluk dia dari belakang. Setelah itu, Sasuke tenang dan tato-tato hitam yang menyebar di tubuhnya kembali menyusut. Ya ampun itu drama bangeeeeeut!!! Untuk ukuran manga shounen, hint segitu tuh udah yang waow sekaleee!!! #lebayKambuh
Jadilah aku tambah-tambah-tambah suka sama SasuSaku.
Nah, setelah nganterin kakak, otomatis kita pulang lagi kan ke Cirebon. Aktifitas nonton Naruto di pagi hari pun berlanjut. Berlanjuut terus hingga liburan selesai. Dan aku inget betapa sedihnya akuuu....
Dan aku juga inget betapa konyolnya aku, saking pengennya liat Naruto terutama SasuSaku, aku sampe pura-pura sakit dan nggak masuk sekolah. Tapi sayang, Naruto udah nggak tayang lagi di Trans TV. Mungkin karena liburan selesai kali yah, jadi Naruto dihentikan tayang.
Oke, untuk sementara itu aja dulu deh curhatanku soal SasuSaku. Ada yang baca maupun enggak, yang penting, Go Nulis!!!
Ada sedikit pesenku, sih. Seberapa sukanya temen-temen sama apa pun, jangan sampe temen-temen mau diperbudak oleh yang disukai itu. Dan jangan sampe lupa juga sama kewajiban kita sebagai manusia. Inget kata Patrick Star: "Pemujaan yang berlebihan itu tidak baik!"
Yuk ah! Sampe jumpa lain waktuuu... Babaai :*

Aku dan Aeon

(Ada and Leon, picture isn't mine)

Haaiii.... Ini adalah posting-an pertamaku di blog ini. Hohohooo... Adakah di sini yang penyuka Aeon selain aku?

Oya, bagi yang belum tahu, Aeon itu singkatan dari Ada Wong dan Leon S Kennedy. Mereka adalah dua karakter fiksi dalam game Resident Evil. Ya ampun, telat banget nggak sih aku ngasih infonya? Wkwkwk....

Awal mula aku tahu Leon itu di game RE4, yang dia dapet misi buat nyelametin Ashley Graham. Awalnya kukira Ashley itu pacarnya Leon, dan aku sempet suka sih sama LeonxAshley (nggak tahu sebutannya apa) karena pengorbanan Leon yang 'aduhai' sewaktu nyelametin cewek itu.

Dan, dan.... YA AMPUN AKU JATUH CINTA SAMA KETAMPANAN LEON SCOTT KENNEDY EMAAAAAAAKKK!!! #heboh. Plis deh, Udah ganteng, kul, suaranya sekseh, badannya bagus, tatapannya melelehkan, jago, pahlawan, suka menolong, huweeeee~~~ Mak, kawinin saya sama Leon dong. #lebayKumat

Trus jujur aja, aku juga sempet agak benci sama Ada karena ... apa yah, Leon kayak suka gitu deh sama Ada. Dan aku cemburu. Muahahahahaaa!!! Apalagi diperkuat dengan ending game-nya di bagian Ashley tanya tentang Ada, dan Leon jawab, "Dia adalah bagian dari diriku yang tak bisa kuhilangkan." (Antara lain gitu, agak lupa juga.) #jder!!!

Video bisa diliat di sini

Nah, nah, tapi lama-lama aku suka lho sama Aeon. Entah kapan aku pertama kali jatuh cinta sama pair ini. Intinya mah sehabis nonton Resident Evil Damnation dan Resident Evil Retribution (Yang kecewa berat gegara Leon-nya jelek T_T)

Bagiku, mereka itu adalah pasangan yang memicu adrenalin #hah? Habisnya yah, antara Ada dan Leon tuh ... bener-bener penuh misteri gitu. Apalagi sikap Ada terhadap Leon yang bikin gemeeesss! Kayak yang ... dalam hati bilang, "ADA KAMU SESEKALI MANJA DAN SENDU DONG DI DEPAN LEON, JANGAN JAIM MULU." Wkwkwk.... Yaah ... tapi gimana lagi ya, yang bikin mereka kan bukan aku T_T

Kalo aku yang bikin Resident Evil, Ada sama Leon bakal aku jadiin pasangan dengan sebutan pembasmi zombie.

Tapi aku cukup puas sih dengan banyak hints di antara mereka. Meskipun aku belum pernah mainin game lainnya, tapi aku cukup tahu dengan liat di yutup. Dan ... itu bikin aku tambah cinta sama Aeon.

Bener-bener perfect couple deh mereka. Ganteng dan cantik, saling menolong meskipun jaim-jaiman, saling peduli, saling melengkapi lah! Ditambah dengan Leon yang kadang-kadang ceroboh dan Ada datang membantu. Mueheheee....

Dan di antara semua hints, aku paling suka sama dua hint di game Resident Evil 6 No Hope Left.

Pertama, di bagian Ada (yang sebenernya Carla) terpojok oleh Chris dan partner-nya, trus Leon dengan tegas bakal melindungi Ada bahkan sekalipun Ada adalah orang di balik Neo-Umbrella. Okay, meskipun di sana bukan Ada, tapi Leon kaya gitu karena dia ngira Carla adalah Ada. Dan itu bikin hati semriwiiiing...

Video bisa diliat di sini

Kedua, waktu Helena, Leon, sama Ada ngelawan Simon trus Ada 'tidur' di pangkuan Leon. Itu ya ampuuuunnn manis bangetan kyaaaa!!! #menggila. Bahkan Leon sampe rela 'memberikan' punggungnya pada Simon untuk melindungi Ada dari tembakan :')

Video bisa diliat di sini

Ah! Andai aku di posisi Ada. Etapi nggak ding. Lebih suka Ada yang dilindungi Leon daripada akuh. Muahahahaaa....

Oke, segitu ajadeh curhatan aku soal betapa cintanya aku sama Aeon. Kapan-kapan aku curhat lagi soal pair ini, dan pair-pair lainnya.

Yuk ah! Capcus, Ciin... Muah!
.
.
.
Semua video bukan aku yang aplot, aku dapat search aja dari yutup.