Cinta itu apa?
Aku tidak tahu.
Sungguh, aku
tidak tahu.
Apakah cinta itu
saat kau rindu pada seseorang? Apakah cinta itu cemburu? Apakah cinta itu saat
kau merasa ingin selalu di sisinya?
Jika memang itu
adalah cinta, maka mungkin aku sedang mengalaminya. Mungkin.
.
.
.
Apabila menurut
orang-orang cinta itu indah, menurutku justru tidak begitu.
Menurutku, cinta
itu bodoh. Cinta itu lucu, menggelikan, dan cinta adalah ... sesuatu yang
sangat pas untuk dijadikan bahan tertawaan (mungkin itu salah satu alasan
kenapa priaku sering menertawakanku. Karena aku bodoh? Dunno.)
Aku merasa lucu
dan bodoh saat ini. Merasa otakku tidak bisa bekerja dengan baik dan
seharusnya. Segala sesuatu yang aku lihat, rasakan, dengar, alami, semuanya,
mengingatkanku pada dia—orang yang kucintai.
Tidak kuketahui
sama sekali bagaimana cara menunjukkan cinta kepada seseorang. Yang aku tahu,
yang aku rasakan, emosiku meletup-letup hanya karena jika orang yang kucintai
tidak melakukan apa yang aku harapkan—atau jika aku tak kunjung bertemu
dengannya.
Yang aku
inginkan, dia mengerti bagaimana perasaanku tanpa harus kukatakan. Dan itulah
salah satu alasan kenapa kukatakan bahwa cinta itu bodoh. Merasa dia harus bisa
membaca pikiranku tanpa harus kumemintanya. Dan saat dia salah menebak, bang!—kecewa, marah, sedih, menangis,
menyalahkan dirinya. Hingga kemudian, saat pertengkaran kecil terjadi, yang
tersisa hanya sesal. Sesal atas kebodohan yang telah aku lakukan.
Aku mencoba,
mencoba mengungkapkan perasaanku bahwa aku rindu. Hey, Priaku; Kesayanganku, aku rindu. Aku butuh perlindunganmu,
perhatianmu, butuh kau di sisiku. Aku cemburu pada hal lain yang lebih banyak
mendapat perhatianmu. Mengertilah, dari bagaimana gestur percakapanku denganmu
dan sebagainya. Mengertilah! Tapi sekali lagi, dia tidak akan pernah sadar,
sampai kapan pun, jika aku tidak mengatakannya secara langsung.
Aku tidak sedang
menyalahkan pria di sini. Sama sekali tidak. Aku mengerti bahwa pria butuh
diberi tahu, aku mengerti bahwa pria bukan cenayang, bukan detektif, dan aku
mengerti bahwa pria pun butuh dimengerti. Aku hanya sedang menginterospeksi
diriku sendiri. Diriku yang begitu bodoh dan lucu karena perasaan menyebalkan
yang mengganggu ini.
Terkadang, saat
dia tidak mengerti perasaanku dan apa yang aku harapkan padanya tidak sesuai
dengan yang aku harapkan, keraguan pun muncul. Keraguan apakah dia masih
mencintaiku ataukah cintanya padaku sudah luntur. Tapi mengertilah, Priaku Sayang, itu karena aku takut kehilanganmu. Bukan semata karena ‘ragu’ hanya ragu.
Saat keraguan
itu datang, percayalah, aku berusaha meyakinkan diriku sendiri bahwa kau pun
mencintaiku. Kau peduli padaku, kau menyayangiku, memerhatikanku, kau pun
merinduiku. Tapi kemudian ada perasaan takut lagi. Itu kemarin! Itu dua hari
lalu! Itu seminggu yang lalu! Bisa saja sekarang dia berubah!
Tuhaaaaaaannn...!
Kenapa perasaan ini begitu rumit???
Dan karena
perasaan asing inilah—kerap kali—hal-hal sepele yang dilakukan orang lain akan
selalu mengingatkanku pada dirinya. Apa ini bukan gila namanya? Kopi, misalnya.
Apa yang tergambar di benakmu saat mendengar atau melihat kopi? Mungkin hitam,
pahit, begadang, cafe, atau hal lainnya. Tapi jika kau menanyakan hal itu padaku,
yang terlintas dalam otakku adalah dia, orang yang selalu mengganggu pikiranku.
Ini lebih gila
lagi. Seberapa sering pun aku bertengkar dengannya (hanya
pertengkaran-pertengkaran kecil, memang), dibuat kesal olehnya, marah
dengannya, aku tetap dan tetap ... selalu ingin berada di sisinya. Kadang terlintas perasaan ingin pergi darinya walau sejenak saja. Tapi kemudian aku sadar,
bahwa tanpa dia di dekatku, itu hanya akan membuat hati, emosi, dan perasaanku
semakin kacau.
Pada akhirnya,
saat aku sudah bisa mengendalikan pikiranku, ada perasaan takut terlintas.
Takut dia akan muak dengan sikapku, dengan emosiku, dengan segala kekurangan
yang aku miliki, dan takut ... dia akan pergi dariku. Ya, aku takut.
Beberapa kali
aku mencoba mengendalikan emosi, mencoba berpikir logis bahwa dia tidak salah,
dia hanya tidak mengerti dengan kediamanku, tapi itu tidak membantu. Sama
sekali.
Aku tidak tahu
apakah ini caraku mencintainya atau ini adalah kesalahanku dalam mencintainya.
Aku masih belum mengerti. Yang aku tahu, perasaan ini begitu menyiksa. Aku
dibuat tidak tenang, dibuat konyol, dibuat tidak bisa berpikir jernih.
Dan satu hal
lagi yang aku tahu, di balik semua persepsi burukku terhadap cinta, bahwa
bagaimana pun keadaanku—marah, sedih, kecewa, takut—aku akan tenang jika dia
ada di dekatku. Sekalipun dia yang memberiku kemarahan atau kekecewaan itu.
Apa itu cinta?
Aku tidak tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar