Aku tidak tahu
kapan ini dimulai, saat dia datang dalam hidupku dan menjadi sangat berarti. Yang
aku tahu, dia di sini—di hati dan pikiranku, mengklaim aku adalah miliknya dan
dia adalah milikku. Dia menggodaku, menggelitik hatiku dengan segala yang
dimilikinya, kelebihan dan kekurangannya.
Kian lama, kian
perasaanku padanya kian dalam, kian aku takut. Aku begitu bergantung padanya. Semangatku, rapuhku, sedihku, bahagiaku, semuanya ada padanya. Aku hanya
menerima semua itu, seakan aku tak memilikinya sendiri. Hal-hal yang ada
padaku, berasal dari dirinya.
Lalu harus
bagaimana aku hidup? Saat kusadari lukaku terbalut atas senyumnya, air mataku
mengering pada jemarinya, lelahku bersandar pada bahunya, dan takutku muncul
atas kecewanya.
Dia membawa
semua itu, merebut seluruh tempat di hatiku hingga tak tersisa lagi cinta. Dia
mencurinya, memilikinya dengan serakah hingga tak mungkin kubagikan.
Mimpiku terisi
oleh wajahnya, dinginku hangat karena dekapannya, hitam-putihku berwarna karena
hadirnya.
Betapa dengan
angkuh dan kejamnya dia menawanku, menjeratku pada cintanya yang memabukkan.
Membuatku tidak kuasa kembali pada akal sehat dan kehidupan realistisku. Aku
begitu menggilainya.
Semuanya. Semuanya.
Suaranya, napasnya, hangatnya, kasih sayangnya, aroma tubuhnya, bagaimana
tenangnya aku saat di dekatnya, aku tidak bisa lupa. Aku selalu mendamba
masa-masa bersamanya, masa di mana aku dan dia menghirup udara dari atmosfer
yang sama, masa di mana aku dan dia menuang rindu yang kian membuncah.
Karena dia
adalah segalaku, pagiku saat terjaga dan malamku saat terlelap.
Segala yang
dimilikinya sudah menjadi canduku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar